Kesulitan seorang ibu yang menyusukan bayi
Ini adalah cerita seorang teman. Seorang ibu bekerja, teman saya mempunyai seorang hero berusia 4 tahun yang dianggapi dunianya. Sebelumnya dia tidak merencanakan kehamilan ini, apalagi membayangkan dirinya menyusui anaknya. Namun, entah bagaimana Tuhan tetap memberikannya rezeki dan tanggungjawab ini. Barangkali Tuhan tahu bahawa wanita ini akan menjadi ibu yang tercontoh.
Walaupun awalnya seperti ‘tanpa persiapan’, seiringi dengan bertambahnya usia kehamilan, naluri keibuannya mulai tumbuh, terlebih lagi saat anaknya lahir. Berasal dari itu, dia pun berjanji kepada dirinya yang dia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Perjanjian itulah yang membantunya hadapi segala kesulitan. Terutama sekali, pada fasa pemberian ASI eksklusif dan MPASI.
Antara bekerja dan menjalankan tugas sebagai ibu
Pembahagian waktu adalah satu hal yang automatik untuk seorang ibu. Dia membuat satu komitment untuk mengelakkan penggunaan susu formula, keseharian ibu yang ini selalu diisi dengan pumping, pumping, dan pumping.
‘Cool box’ sudah menjadi peralatan wajib selain beg kerja dan waktu subuh sudah menjadi masanya untuk bangun dan menyiapkan MPASI untuk pemakanan anak di siang hari. Saat pulang kerja di malam hari, dia perlu menyiapkan slow cooked food yang harus dimasak selama satu malam supaya siap esok pagi.
Saat ditanya apa rasanya mengalami rutin seperti itu, dia menjawab, “Saya sangat letih, tetapi saya senang hati melihat anak saya sihat” Cubaan sebagai ibu yang menyusui? Banyak!
Walaupun mempunyai tekad yang kuat, tetap ada saat-saat di mana sang ibu mengalami stres. Pada saat usia anaknya sudah memasuki masa MPASI (sekitar 8 bulan), pasokan ASI-nya sempat turun dengan drastik. Kalau biasanya dia boleh mendapatkan sekitar 150 ml dari satu dada, saat itu supply ASI-nya katuh ke 30 ml. Hal ini membuat sang ibu jadi mudah menangis, bahkan sempat menimbulkan di kepalanya untuk mempertimbangkan susu formula.
Belum lagi dengar komen-komen menyedihkan yang banyak datang dari pihak keluarga.
“Keciknya badan dia? Kurang tu ASI-nya.”
“Kesian anaknya haus.”
“Kenapa tak pakai formula je? Biar cepat gemuk!”
Komen-komen di atas selalu lalu lalang menghampiri si ibu hanya kerana tubuh anaknya tidak gemuk gempal. Orang-orang yang tidak melihat sendiri proses yang dilalui ibu ini saat mengurus heronya dengan mudahnya mengambil kesimpulan bahawa anaknya kurang sihat.
Bagaimana si ibu melewatinya?
“Untuk urusan pasokan ASI jatuh, saya menjumpa doktor laktasi. Saya sudah niat untuk memberi ASI sampai dua tahun, jadi saya tetap ingin berusaha. Kata doktor, sebenarnya produksi ASI itu secara ajaib menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Oleh kerana anak saya saat itu sudah masuk masa MPASI, jadi dia tidak memerlukan asupan ASI lagi. Kalau soal kata-kata orang, ada baiknya jangan dilayan. Itu sangat menyedihkan. Tetap percaya sama diri sendiri dan tenangkan fikiran, supaya tidak jadi tertekan dan malah mempengaruhi produksi ASI. Kuncinya, jangan timbulkan tekanan.”
Berangkat dari ofis doktor, si ibu tetap berusaha. Walaupun ASI-nya sedikit, dia tetap rajin mengepam agar asupan ASI untuk anak tetap terpenuhi.
Sokongan suami yang sangat bererti
Untungnya, ibu ini didampingi suami yang sangat supportive. Suaminya tidak ikut-ikutan menyarankan untuk beralih ke susu formula ataupun makanan instan, kerana sejak awal suami juga sudah tahu komitmen isterinya. Dia lebih memilih untuk menunjukkan sokongannya dengan menjadi teman isteri saat melalui masa-masa sulitnya.
“Saya dapat sokongan paling besar dari suami. Kalau tengah malam anak bangun dan butuh susu ataupun saya harus mengepam, suami suka temankan saya dan berbual-bual merepek. Dia suka membantu merapihkan freezer juga. Hal ini yang buat saya merasa tidak berjuang sendirian.”
Pesan untuk para ibu yang sedang menyusui anak
Walaupun pada akhirnya ibu ini tidak boleh menyelesaikan pemberian ASI selama 2 tahun, tetapi dia sudah berusaha dengan segala dayanya untuk memberikan asupan alami sampai anaknya berusia 1 tahun 8 bulan. Yang lebih membanggakan lagi, walaupun ASI-nya tidak melimpah, dia sempat menjadi donor ASI bagi anak saudaranya yang memerlukannya.
“Untuk para ibu yang sedang mengalami kesulitan menyusukan bayi, jangan patah semangat dan tetap positive thinking, kerana kuncinya ada di fikiran kita. Tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk anak, kerana ASI adalah sumber penghidupan terbaik dan paling sihat bagi anak.”
Para ibu juga tidak perlu segan untuk mendapatkan pendapat doktor, suami, teman yang sudah menjadi ibu, saudara ataupun kerabat lain agar boleh mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melewati masa sulit.
Believe in yourselves, mums!
Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mendukung para ibu yang menyusui dan disiarkan atas izin sumber. Nama sumber sengaja tidak disebutkan untuk menjaga privasi.
Semoga tulisan ini dapat memberi inspirasi kepara para ibu untuk tetap kuat dan tidak patah semangat mengusahakan ASI untuk si kecil.
Ada isu keibubapaan yang buat anda risau? Jom baca artikel atau tanya dan dapat terus jawapan dalam app theAsianparent kami! Download theAsianparent Community di iOS dan Android sekarang!